Tuesday, April 10, 2012
Wednesday, December 28, 2011
PAUSE; AUTOMATIC DRAWING SIMPLE AND DANGEROUS
Hendra hehe
ta da
Meja gambar yang bling bling
Mesin gambar Agung Kurniawan
woooow..: torehan Maryanto memang yahuud
Hahan
Wednesday, July 6, 2011
BEASTLY
Ade Darmawan | Arya Pandjalu | Agung Kurniawan | Angki Purbandono | Abdi Setiawan | Agan Harahap | Beatrix Hendriani Kaswara | Caroline Rika Winata | Dian Ariyani | Dona Prawita Arissuta | Eko Nugroho | Erik Pauhrizi | Gintani Nur Apresia Swastika | Iswanto Hartono | Laksmi Shitaresmi | Moelyono | Maryanto | Octora | Popok Tri Wahyudi | Ruang Rupa | Restu Ratnaningtyas | Sara Nuytemans | Syagini Ratna Wulan | S. Teddy D. | Terra Bajraghosa | Ugo Untoro | Uji Handoko | Wibowo Adi Utama | Wimo Ambala Bayang
Opening: Thursday, 7 July 2011, 7.30 PM
The essential relationship between humans and animals assumes many cultural forms throughout the world and is a dominant theme in the discourse of contemporary art, particularly in Indonesia.
Indonesia’s cultural history prior to the period of colonialism is rooted in animism and shamanism, in which myths about humans and animals flourished and were embraced in a civilization that was influenced by many beliefs and religions. The meanings of these mythological human/animal hybrids that often assumed roles as trusted protectors, gods, and vehicles for humans, and the animals that are venerated by humans, and the humans who imitated animals, have often undergone changes over time. Some of these figures have become used as symbols of critical commentary of the social and political life in contemporary Indonesia. The Art Exhibition BEASTLY 2011 (tentative) will present the works of three generations (80s, 90s and 2000s) of artists who use their media to express idioms that illustrate the relationships between humans and animals throughout history. The variety of these artists’ works demonstrates the general phenomenon of how these concepts are visualized with humor, thus opening alternative spaces for new unique meanings regarding the relationships between humans and animals.
This exhibition also features articles by Heru Hikayat, which was the inspiration leading to this appreciation of the relationship between humans and animals.
This exhibition designed by Cemeti Art House will be opened on Thursday, July 7, 2011, and be open until July 30, 2011.
Wednesday, December 22, 2010
HOTWAVE#1 preview
Wednesday, December 2, 2009
HeRe is Here
Thursday, November 19, 2009
Silahkan Datang!!!
:Kami Melukis Karena Itulah HeRe Ada
HeRe adalah sebuah proyek kolaborasi antara Restu dan Hendra. Dalam sebuah proyek kolaborasi yang terpenting adalah bagaimana masing-masing pihak mau mengambil peran secara aktif, sekaligus menjadi pasif jika memang dibutuhkan. Posisi tarik ulur inilah yang membuat proyek kolaborasi ini jarang dilakukan oleh para perupa yang punya ego sebesar gunung.
HeRe adalah dunia main-main dari pasangan seniman ini. Di sini mereka terbebas dari cap dagang Hendra Harsono dan Restu Ratnaningtyas yang sering kali membungkus mereka dengan berbagai atribut; seniman muda, low brow artist, street art ism, dan lain sebagainya. Dengan menciptakan He Re maka lahirlah boneka kertas, dan rumah boneka. HeRe adalah sebuah terobosan atas sebuah cap yang mapan. HeRe terlihat lebih santai, tanpa beban, dan lebih eksploratif, mungkin karena mereka mampu mengambil jarak dari karya mereka sebelumnya sehingga lahirlah karya-karya seperti itu. Rumah Boneka ;“Intruder” (karton, lampu, akrilik, 2009) adalah salah satu contohnya. Karya ini lahir setelah mereka “muak” dengan bidang-bidang datar dari kain kanvas. Rumah boneka yang dibuat dari kardus seperti sebuah suaka bagi mereka. Bermain dengan kertas dan membentuknya menjadi objek kecil trimatra, kemudian meletakkan dalam dunia mini yang mereka bentuk serupa sebuah kotak teve, lengkap dengan lampu kelap-kelip di dalamnya.
Bermain dengan material yang murah dan sederhana adalah salah satu ciri yang menonjol pada karya street art di Barat. Ciri ini hilang atau tidak sempat diadopsi oleh anak-anak muda yang meniru gaya itu di Jogja. Karya-karya trimatra mereka kebanyakan terbuat dari serat kaca dan sebagian malah telah mencetaknya dengan logam. Dengan bermain memakai benda yang murah HeRe kembali meletakan spirit seni jalanan ini ke habitatnya; art poverta, seni (bermedia) murah seni rupa untuk “semua” orang. HeRe juga memberi wajah baru bagi karier seniman mereka berdua, sebuah wajah yang anonim, sebuah alias. Identitas baru tempat mereka sembunyi dari dunia senirupa yang mapan yang cepat menjadi tua.
Selamat menikmati Restu ratnaningtyas, Hendra “Hehe” Harsono dan HeRE sang liyan-nya.
Pameran dibuka sampai 05.12.2009
Buka setiap hari 11.00 - 5.00 WIB kecuali hari libur
Surabaya pada tanggal 11 desember 2009
Sunday, May 31, 2009
JAKARTA BIENNALE XIII 2009
ARENA: JAKARTA BIENNALE XIII 2009
ZONA PERTARUNGAN
LOKAKARYA SITUS SPESIFIK
Menunggu bersama bubblewrap
Skywalk Halte Dukuh Atas Transjakarta, Jakarta Pusat
Seringkali penumpang harus antri panjang dan lama untuk menunggu bus Transjakarta. Di halte-halte penghubung antarkoridor, setelah berjalan di skywalk yang biasanya cukup jauh seperti di Halte Dukuh Atas, Jakarta Pusat, para penumpang bahkan sudah harus mengantri dari awal raam di antara skywalk dan halte. Sebuah penantian yang tak sebentar. Restu yang terkadang antri di sana, membuat sebuah pelapis bubblewrap di pipa pagar halte. Agar calon penumpang bisa terhibur dengan memecahkan bubblewrap selama mereka menunggu.
Semua Foto oleh Deni Septiyanto.
JAKARTA BIENNALE XIII 2009 / DENI SEPTIYANTO